Pengertian dan Ciri Kemandirian (Mandiri)
PENGERTIAN
Kemandirian adalah sikap (perilaku) dan mental yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, benar, dan bermanfaat; berusaha melakukan segala sesuatu dengan jujur dan benar atas dorongan dirinya sendiri dan kemampuan mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan kewajibannya, sehingga dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya; serta bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambilnya melalui berbagai pertimbangan sebelumnya.
CIRI-CIRI MANDIRI
Ciri-ciri seseorang dikatakan mandiri adalah yang memiliki semua kemampuan di bawah ini (bukan salah satu kemampuan, tetapi semua kemampuan).
1. Memiliki kemampuan untuk selalu berusaha berinisiatif dalam segala hal.
2. Memiliki kemampuan mengerjakan tugas yang dipertanggung-jawabkan padanya.
3. Memperoleh kepuasan dari kegiatannya (yang dikerjakannya).
4. Memiliki kemampuan mengatasi rintangan yang dihadapinya dalam mencapai kesuksesan.
5. Memiliki kemampuan untuk selalu bertindak jujur dan benar sesuai hak dan kewajibannya.
6. Memiliki keinginan untuk membantu orang lain atau melakukan tindakan yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya.
7. Memiliki kemampuan berpikir secara kritis, kreatif dan inovatif terhadap sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi manfaat atau keuntungannya, maupun segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya.
8. Tidak merasa rendah diri jika harus berbeda pendapat dengan orang lain, berani mengemukakan pendapatnya walaupun berbeda, dan mampu menerima pendapat yang lebih benar.
Pengertian Singkat/Praktis dari KBBI - PB
(KBBI - PB = Kamus Besar Bahasa Indonesia – Pusat Bahasa)
Mandiri adalah keadaan yang dapat berdiri sendiri; tidak tergantung pada orang lain.
Kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
Pengertian singkat dari “mandiri” dan “kemandirian” dari KBBI-PB tersebut adalahringkasan dari pengertian dan ciri-ciri sebagaimana di atas.
Pengertian singkat ini seyogyanya dimaknai secara luas, tidak secara sempit.
Kenapa ? karena tidak ada orang di bumi ini yang tidak tergantung pada orang lain. Setiap manusia pasti bergantung pada orang lain, karena manusia adalah makhluk sosial. Ketergantungan seseorang kepada orang lain berbeda-beda kadar serta komitmennya.
Jadi pengertian yang luas mengenai “dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain” adalah sebagaimana dijabarkan pada delapan ciri tersebut di atas.
Kemandirian adalah sikap (perilaku) dan mental yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, benar, dan bermanfaat; berusaha melakukan segala sesuatu dengan jujur dan benar atas dorongan dirinya sendiri dan kemampuan mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan kewajibannya, sehingga dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya; serta bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambilnya melalui berbagai pertimbangan sebelumnya.
CIRI-CIRI MANDIRI
Ciri-ciri seseorang dikatakan mandiri adalah yang memiliki semua kemampuan di bawah ini (bukan salah satu kemampuan, tetapi semua kemampuan).
1. Memiliki kemampuan untuk selalu berusaha berinisiatif dalam segala hal.
2. Memiliki kemampuan mengerjakan tugas yang dipertanggung-jawabkan padanya.
3. Memperoleh kepuasan dari kegiatannya (yang dikerjakannya).
4. Memiliki kemampuan mengatasi rintangan yang dihadapinya dalam mencapai kesuksesan.
5. Memiliki kemampuan untuk selalu bertindak jujur dan benar sesuai hak dan kewajibannya.
6. Memiliki keinginan untuk membantu orang lain atau melakukan tindakan yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya.
7. Memiliki kemampuan berpikir secara kritis, kreatif dan inovatif terhadap sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi manfaat atau keuntungannya, maupun segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya.
8. Tidak merasa rendah diri jika harus berbeda pendapat dengan orang lain, berani mengemukakan pendapatnya walaupun berbeda, dan mampu menerima pendapat yang lebih benar.
Pengertian Singkat/Praktis dari KBBI - PB
(KBBI - PB = Kamus Besar Bahasa Indonesia – Pusat Bahasa)
Mandiri adalah keadaan yang dapat berdiri sendiri; tidak tergantung pada orang lain.
Kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
Pengertian singkat dari “mandiri” dan “kemandirian” dari KBBI-PB tersebut adalahringkasan dari pengertian dan ciri-ciri sebagaimana di atas.
Pengertian singkat ini seyogyanya dimaknai secara luas, tidak secara sempit.
Kenapa ? karena tidak ada orang di bumi ini yang tidak tergantung pada orang lain. Setiap manusia pasti bergantung pada orang lain, karena manusia adalah makhluk sosial. Ketergantungan seseorang kepada orang lain berbeda-beda kadar serta komitmennya.
Jadi pengertian yang luas mengenai “dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain” adalah sebagaimana dijabarkan pada delapan ciri tersebut di atas.
Sumber : Gilmore (1993), Lindzey & Ritter (1975), Chabib
Thoha (1993), Brawer (1993), Hasan Basri (2000), Antonius (2002), Masrun
(1986), Kartini Kartono (1985), KBBI-BP (2011).
MEMBENTUK
KEMANDIRIAN ANAK (REMAJA)
Oleh :
Lembaga Perawatan Psikologi
Ketika terlahir manusia
berada dalam keadaan lemah. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sangat tergantung
pada bantuan orang-orang disekitarnya. Berlanjutnyaperkembangan mengantarkan
seorang anak pada masa remaja. Pada masa ini kebutuhan hidup lebih beragam
dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Pada masa sekolah tingkat menengah
atas, anak sedang mempersiapkan diri menuju proses pendewasaan diri. Anak
melalui tahun-tahun terakhir masa pendidikan dasar dan menengahnya untuk
kemudian melangkah menuju dunia peguruan tinggi atau meniti karier.
Ada banyak pilihan bagi mereka dan hendaknya seorang remaja
dapat secara mandiri menentukan pilihan tanpa menggantungkan diri pada
orang-orang di sekitarnya untuk menentukan pilihan yang akan diambilnya,
termasuk dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhannya diperlukan
kemampuan yang lebih berkembang. Dengan kemampuannya, seorang remaja
berkesempatan melakukan banyak hal tanpa harus selalu tergantung pada
orang-orang di sekitarnya, termasuk orang tua maupun teman sebaya.
Mencapai kemandirian merupakan salah satu tugas perkembangan
pada masa remaja. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mappiare (1982:99)
bahwa remaja dituntut untuk tidak selalu tergantung pada orang tua atau orang
dewasa lainnya secara emosional, mampu mengatur keuangannya sendiri dan dapat
memilih serta mempersiapkan dirinya ke arah pekerjaan atau jabatan.Pencapaian
kemandirian tersebut sangat penting bagi remaja, karena hal itu sebagai tanda
kesiapannya untuk memasuki fase berikutnya dengan berbagai tuntutan yang lebih
beragam sebagai orang dewasa. Kegagalan dalam pencapaian kemandirian dapat
berdampak negatif pada diri remaja. Ketergantungan pada orang lain menyebabkan
seorang remaja selalu ragu-ragu dalam mengambil keputusan sendiri, tidak
percaya diri, mudah terpengaruh oleh orang lain hingga akhirnya mengalami
kesulitan untuk menemukan identitas diri.
Dalam usaha pencapaian kemandirian remaja sangat membutuhkan
dukungan dari orang-orang di sekitarnya, terutama dari lingkungan keluarga
sebagai lingkungan terdekatnya. Diharapkan para remaja mampu mewujudkan
kemandirian sebagai bekalmenghadapi tantangan dan tugas perkembangan di masa
berikutnya, yaitu masa dewasa. Akan tetapi sering kita jumpai banyak remaja
yang duduk di bangku SMA masih menunjukkan perilaku sebaliknya. Bimbang
memutuskan kegiatan ekstra yang akan diikuti, nyontek karena tidak percaya diri
dalam mengerjakan tugas dan ulangan, ikut-ikutan teman dalam memilih program
studi/jurusan, ragu-ragu dalam menyampaikan pendapat, bingung dan bimbang dalam
memilih cita-cita atau pun studi lanjutan, dan sebagainya. Hal-hal tersebut
merupakan tanda-tanda kurangnya kemandirian para remaja. Walaupun ada pula sebagian remaja yang lain
mampu menunjukkan kemandirian yang diharapkan, namun fenomena tersebut perlu
diwaspadai dan diupayakan pengubahannya karena dapat menyebabkan para remaja
cenderung bergantung pada orang lain dan enggan memikul tanggung jawab.
Masa remaja atau masa adolensi menurut Mahmud (1990:42)
berlangsung antara umur 12 sampai umur 18 tahun, masa remaja merupakan masa
transisi menuju masa dewasa termasuk pula transisi dalam hal biologis, psikologis,
sosial maupun ekonomis. Hurlock (1980:220) menyatakan minat pada kemandirian
berkembang pada masa awal remaja dan mencapai puncaknya menjelang periode ini
berakhir. Mappiare (1982:107) menyebut kemandirian dengan istilah kebebasan dan
menyatakannya sebagai salah satu tugas perkembangan yang penting bagi remaja
awal, mereka diharapkan melepaskan diri dari ketergantungan pada orag tua atau
orang dewasa lainnya dalam banyak hal secara berangsur-angsur.
Maslow dan Murray
(Alwilsol, 2004:260-261) bahkan menyatakan kemandirian sebagai salah satu
kebutuhan psikologis manusia. Dalam susunan hirarki kebutuhannya Maslow
menyatakan kemandirian sebagai salah satu cara untuk memperoleh harga diri,
kemandirian akan menjadikan seseorang menghargai dirinya sendiri. Maslow juga
(dalam Ali & Asrori, 2004:111) membedakan kemandirian menjadi dua macam
yaitu kemandirian aman dan kemandirian tidak aman. Kemandirian aman adalah
kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan dan orang lain, sadar
akan tanggung jawab bersama dan tumbuh rasa percaya terhadap kehidupan.
Kekuatan tersebut kemudian digunakan untuk membantu orang lain. Sementara yang
dimaksud dengan kemandirian tidak aman adalah kekuatan pribadi yang dinyatakan
dalam perilaku menentang dunia.
Dari
pernyataan Maslow tersebut dapat diketahui bahwa kemandirian yang diharapkan
dimiliki para remaja adalah kemandirian yang aman, di mana para remaja percaya
pada kemampuan dirinya dan tidak selalu berada dalam ketergantungan pada bantuan
yang akan diberikan orang lain. Namun dalam kemandiriannya para remaja tetap
memiliki keinginan untuk membantu sesama.
1. Pengertian
Kemandirian
Kemandirian
merupakan aspek kepribadian yang disinggung oleh para ahli psikologi dengan
istilah yang berbeda-beda. Istilah yang biasa digunakan untuk menyebut
kemandirian antara lain adalah kebebasan, otonomi, independen atau pun
berdikari. Menurut Basri (2000:53) kemandirian berasal
dari kata mandiri yang dalam bahasaJawa berarti berdiri sendiri. Dia menyatakan
kemandirian dalam arti psikologis dan mentalisadalah keadaan seseorang yang
mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuanorang lain. Menurutnya
kemampuan tersebut hanya mungkin dimiliki jika seseorangberkemampuan untuk memikirkan
dengan seksama tentang apa yang akan dikerjakan ataudiputuskannya, baik dari
segi manfaat atau keuntungannya dan dari segi negatif atau kerugianyang akan
diakibatkannya. Menurut Havighurst (dalam Mu’tadin, 2002:2)
menyatakan bahwa kemandirian seseorang meliputi aspek emosi, ekonomi,
intelektual dan sosial, dan masih banyak lagi pendapat dari
ahli-ahli lainnya.
Berdasarkan
definisi-definisi para ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam bertindak untuk memenuhi berbagai
kebutuhan hidupnya ataupun keinginannya tanpa bergantung pada bantuan orang
lain, baik dalam aspek emosi, ekonomi, intelektual, dan sosial.
2. Aspek
- aspek Kemandirian
Definisi
para ahli tentang mandiri dan kemandirian tersebut di atas memberikan gambaran
tentang aspek-aspek yang menyusun kemandirian. Pernyataan Basri menekankan
aspek kognitif dan aspek psikomotor, sedangkan pernyataan Lie & Prasasti
menekankan aspek psikomotor. Berbeda dengan kedua pendapat tersebut Gea
(2002:146) menggambarkan adanya ketiga aspek tersebut dalam kemandirian
sekaligus melalui definisinya dan hal tersebut ditegaskan dalam pernyataannya
berikut:
Manusia mandiri biasanya mempunyai
pengetahuan, menguasai keterampilan dan mempunyai kehendak yang kuat.
Pengetahuan sebagai paradigma teoritis untuk memahami apa yang harus dilakukan
dan mengapa harus melakukannya; keterampilan adalah bagaimana melakukannya dan
kehendak yang kuat merupakan dorongan atau motivasi untuk melakukannya.
Dengan
berdasar pada pernyataan Gea di atas disimpulkan bahwa kemandirian mengandung
tiga aspek berikut :
a. aspek
kognitif : yaitu aspek yang berkaitan dengan
pengetahuan, pandangan dan keyakinan seseorang tentang sesuatu, misalnya
pemahaman seorang siswa tentang prestasi akademik.
b. aspek
afektif : yaitu aspek yang berkaitan dengan perasaan
seseorang terhadap sesuatu seperti halnya hasrat, keinginan atau pun kehendak
yang kuat terhadap suatu kebutuhan, misalnya keinginan seorang siswa untuk
berhasil atau berprestasi dalam hal akademik.
c. aspek
psikomotor : yaitu aspek yang berkaitan dengan tindakan
yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya tindakan siswa
yang berinisiatif belajar giat karena dia ingin memperoleh prestasi akademik.
3. Ciri-ciri
Kemandirian
Tentang ciri kemandirian Gea (2002:145) menyebutkan
beberapa hal yaitu percaya diri, mampu bekerja sendiri, menguasai keahlian dan
keterampilan, menghargai waktu dan bertanggung jawab. Sedangkan Havighurst
(dalam Mu’tadin, 2002:2) menyatakan kemandirian seseorang meliputi aspek emosi,
ekonomi, intelektual dan sosial. Kemandirian emosi ditunjukkan dengan kemampuan
mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang tua atau
orang dewasa lainnya. Kemandirian ekonomi ditunjukkan dengan kemampuan mengatur
sendiri perekonomiannya. Kemandirian intelektual ditunjukkan dengan kemampuan
dalam mengatasi masalah, dan kemandirian sosial ditunjukkan dengan kemampuan
berinteraksi dengan orang lain tanpa tergantung dan menunggu aksi dari orang
lain.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri kemandirian pada remaja adalah percaya diri, mampu berinisiatif,
mampu mengatasi masalah, mampu mengerjakan tugas pribadi, mampu mempertahankan
prinsip mampu mengambil keputusan, hemat, mampu melaksanakan transaksi ekonomi,
mempunyai perencanaan karier di masa depan, mampu mengontrol emosi, bebas
secara emosi dari orang tua, mempunyai kehendak yang kuat, puas dengan
keputusan sendiri, menghargai waktu, bertanggung jawab, mampu menghindari
pengaruh negatif pergaulan, mampu menerima kritik, mampu menerima perbedaan
pendapat, mempunyai hubungan baik dengan orang lain.
Ciri-ciri
tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
a. Percaya
diri; ini berarti dia percaya bahwa dia mampu mewujudkan keinginannya dengan
usaha dan kekuatan yang dimilikinya. Percaya diri inilah yang menjadi sumber
kemandirian.
b. Mampu
berinisiatif; orang yang mandiri mampu berinisiatif yaitu bertindak dengan
keinginannya sendiri tanpa harus menunggu instruksi orang lain.
c. Mampu
mengatasi masalah atau hambatan; sebagai orang yang mampu berinisiatif orang
yang mandiri mampu mengatasi masalah yang dihadapinya dengan kekuatan dan
kemampuan yang dimilikinya.
d. Mampu
mengerjakan tugas pribadi; berarti dia dapat mengerjakan tugas-tuigas
pribadinya tanpa bantuan orang lain.
e. Mampu
mempertahankan prinsip yang dimiliki dan diyakini
f. Mampu
mengambil keputusan; ketika dihadapkan pada bergagai pilihan dia dapat
menentukan pilihan yang sesuai bagi dirinya sendiri tanpa tergantung pada orang
lain.
g. Hemat;
dia dapat menggunakan uang yang dimiliki sesuai dengan kebutuhannya.
h. Mampu
melaksanakan transaksi ekonomi; orang yang mandiri mengetahui cara melakukan
transaksi ekonomi dan dapat melakukannya.
i. Mempunyai
perencanaan karier di masa depan, termasuk mempunyai cita-cita profesi; yaitu
mempunyai pilihan profesi/cita-cita yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.
j. Bebas
secara emosi dari orang tua; tidak tergantung pada orang tua atau orang dewasa
lainnya dalam hal pemenuhan kebutuhan emosi.
k. Mempunyai
kehendak yang kuat; orang yang mandiri mempunyai tekad yang kuat dan tidak
mudah berputus asa dalam upaya mewujudkan keinginannya.
l. Puas
dengan keputusan sendiri; orang yang mandiri mempertimbangkan manfaat maupun
kerugian setiap keputusan yang diambilnya dan dia merasa puas dengan keputusannya
sendiri.
m. Menghargai
waktu; orang yang mandiri akan selalu memanfaatkan waktu dengan baik, mengisi
waktunya dengan kegiatan yang berguna
n. Bertanggung
jawab; orang yang mandiri akan bertanggung jawab dengan apa yang dikerjakannya.
o. Mampu
menghindari pengaruh negatif pergaulan
p. Mampu
menerima kritik
q. Mampu
menerima perbedaan pendapat
r. Mempunyai
hubungan baik dengan orang lain.
4. Terbentuknya
emandirian dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kemandirian
a. Terbentuknya
Kemandirian
Kemandirian bukanlah kemampuan yang dibawa anak sejak
lahir, melainkan hasil dari proses belajar. Basri (2000:53) menyatakan bahwa
kemandirian merupakan hasil dari pendidikan. Kartawijaya dan Kuswanto (2000:1)
mengemukakan bahwa kemandirian anak harus dibina sejak anak masih bayi dengan
penanaman disiplin yang konsisten sehingga kemandirian yang dimiliki dapat
berkembang secara utuh. Secara singkat dikatakan bahwa kemandirian merupakan
hasil dari proses belajar. Sebagai hasil belajar, kemandirian pada diri seseorang
tidak terlepas dari faktor bawaan dan faktor lingkungan.
Tentang hal tersebut Ali dan Asrori
(2004:118) menyatakan perkembangan kemandirian juga dipengaruhi oleh stimulus
lingkungannya selain oleh potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan
dari orang tuanya. Kemandirian terbentuk oleh interaksi antara faktor bawaan
dan lingkungan. Kemandirian dapat berkembang dengan baik jika diberikan
kesempatan untuk mengembangkan potensi bawaan melalui latihan terus menerus dan
dilakukan sejak dini. Proses belajar tersebut diawali dari lingkungan terdekat
yaitu keluarga, dan pengalaman yang diperoleh dari berbagai lingkungan di luar
rumah. Jika lingkungan mendukung tumbuhnya kemandirian pada masa kanak-kanak
dan mengembangkannya pada masa remaja akan terbentuk pribadi mandiri yang utuh
pada masa dewasa. Dan bila sebaliknya remaja tumbuh menjadi pribadi yang selalu
menggantungkan diri pada orang lain, selalu ragu-ragu dalam mengambil keputusan
dan bahkan tidak berani memikul tanggung jawabnya sendiri. Kemandirian semakin
berkembang pada setiap masa perkembangan seiring pertambahan usia dan
pertambahan kemampuan.
Lie & Prasasti (2004:8-103) memberikan gambaran
perkembangan kemandirian dalam beberapa tahapan usia. Perkembangan kemandirian
tersebut diidentifikasikan pada usia 0 – 2 tahun; usia 2 – 6 tahun; usia 6 – 12
tahun; usia 12 – 15 tahun dan pada usia 15 – 18 tahun.
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa
sebenarnya sejak usia dini anak telah memiliki dorongan untuk mandiri. Mereka
lebih senang bila bisa mengurus diri sendiri tanpa dilayani. Namun seringkali
pengasuh dan orangtua sering menghambat keinginan dan dorongan mereka untuk
mandiri dengan pengungkapan kasih sayang yang tidak tepat. Misalnya terlalu
membatasi atau pun mengambil alih tanggung jawab dengan melakukan hal-hal yang
sebenarnya anak-anak dapat melakukannya sendiri. Kemandirian
merupakan hasil dari interaksi individu dengan lingkungan selama
bertahun-tahun.
Dalam kehidupan seseorang terjadi interaksi dengan
lingkungan. Melalui proses interaksi dengan lingkungannya individu memperoleh
pengalaman yang dihayati melalui proses belajar. Pengalaman-pengalaman tersebut
membentuk pola-pola perilaku tertentu.Kebiasaan-kebiasaan
perilaku mandiri membentuk pola mandiri yang menetap pada diri seseorang.
b. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Terbentuknya Kemandirian
Sebagai hasil dari proses belajar pencapaian kemandirian
dipengaruhi oleh banyak faktor, secara umum dapat digolongkan dalam dua
kelompok yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi segala sesuatu yang dibawa anak sejak lahir yang merupakan
bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya meliputi bakat,
potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya. Faktor eksternal adalah
semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering disebut
dengan faktor lingkungan (Basri, 2000:53-54).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian
kemandirian remaja dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Faktor
Internal
a. Kondisi
fisiologis
Kondisi
fisiologis yang berpengaruh antara lain keadaan tubuh, kesehatan jasmani dan
jenis kelamin. Pada umumnya anak yang sakit lebih bersikap tergantung daripada
orang yang tidak sakit (Walgito, 2000:112). Selain itu sering dan lamanya anak
sakit pada masa bayi menjadikan orang tua sangat memperhatikannya, anak yang
menderita sakit atau lemah otak mengundang kasihan yang berlebihan dibanding
yang lain sehingga dia mendapatkan pemeliharaan yang lebih (Prasetyo dan
Sutoyo, 1989:63).
Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap kemandirian
remaja. Simandjuntak dan Pasaribu (1984:112) mengemukakan bahwa pada anak
perempuan terdapat dorongan untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada
orang tua, tetapi dengan statusnya sebagai gadis mereka dituntut untuk bersikap
pasif, berbeda dengananak lelaki yang agresif dan ekspansif, akibatnya anak
perempuan berada lebih lama dalam ketergantungan daripada anak laki-laki.
b. Kondisi
psikologis
Walaupun
kecerdasan atau kemampuan berpikir seseorang dapat diubah atau dikembangkan
melalui lingkungan, sebagian ahli berpendapat bahwa faktor bawaan juga
berpengaruh terhadap keberhasilan lingkungan dalam mengembangkan kecerdasan
seseorang. Kecerdasan atau kemampuan kognitif berpengaruh terhadap pencapaian
kemandirian seseorang. Kemampuan bertindak dan mengambil keputusan tanpa bantuan orang
lain hanya mungkin dimiliki oleh orang yang mampu berpikir dengan seksama
tentang tindakannya (Basri, 2000), demikian halnya dalam pemecahan masalah. Hal
tersebut menunjukkan kemampuan kognitif yang dimiliki berpengaruh terhadap
pencapaian kemandirian remaja.
2. Pola
Asuh Orang Tua dalam Keluarga
Lingkungan keluarga berperan penting dalam penanaman
nilai-nilai pada diri seorang remaja, termasuk nilai kemandirian. Penanaman nilai
kemandirian tersebut tidak lepas dari peran orang tua dan pengasuhan yang
diberikan orang tua terhadap anak. Bila seorang anak sejak kecil sudah dilatih
untuk mandiri maka ketika ia harus keluar dari asuhan orang tuanya untuk hidup
mandiri ia tidak akan merasa kesulitan (Prawironoto, 1994:59-74). Pengaruh
keluarga terhadap kemandirian remaja terkait dengan peranan orang tua. Dalam
hal ini ayah dan ibu mempunyai peran nyata seperti yang dinyatakan Partowisasto
(1983:96-97) berikut : Bila karena rasa kasih sayang dan rasa kuatirnya seorang
ibu tidak berani melepaskan anaknya untuk berdiri sendiri menjadikan anak
tersebut harus selalu ditolong, terlalu terikat pada ibu karena dimanjakan,
tidak dapat menyesuaikan diri dan perkembangan wataknya mengarah pada
keragu-raguan. Sikap ayah yang keras menjadikan anak kehilangan rasa percaya
diri sementara pemanjaan dari ayah menjadikan anak kurang berani menghadapi
masyarakat luas. Pengasuhan yang diberikan orang tua juga turut membentuk
kemandirian seseorang. Toleransi yang berlebihan, pemeliharaan berlebihan dan
orang tua yang terlalu keras kepada anak menghambat pencapaian kemandiriannya
(Prasetyo & Sutoyo, 1989:61-67). Sementara Alwisol (2004:105-106)
menyatakan bahwa pemanjaan yang berlebihan dan pengabaian orang tua terhadap
anak mengakibatkan terhambatnya kemandirian anak.
5. Tips
mendidik anak untuk mandiri
Salah satu tugas orang tua adalah mendidik anak agar menjadi
mandiri. Sikap mandiri sudah dapat dibiasakan sejak anak masih kecil: memakai
pakaian sendiri, memasang tali sepatu, memakai kaos kaki dan berbagai pekerjaan
kecil lainnya. Kedengarannya mudah, namun dalam prakteknya pembiasaan ini
banyak hambatannya. Tidak jarang orang tua merasa tidak tega atau justru tidak
sabar melihat si kecil yang berusaha menalikan sepatunya selama beberapa menit,
namun belum juga memperlihatkan keberhasilan. Atau langsung memberi segudang
nasehat, lengkap dengan cara pemecahan yang harus dilakukan, ketika anak
selesai menceritakan pertengkarannya dengan teman sebangku.
Memang masalah yang dihadapi anak sehari-hari dapat dengan mudah
diatasi dengan adanya campur tangan orang tua. Namun cara ini tentunya tidak
akan membantu anak untuk menjadi mandiri. Ia akan terbiasa “lari” kepada orang
tua apabila menghadapi persoalan, dengan perkataan lain ia terbiasa tergantung
pada orang lain, untuk hal-hal yang kecil sekalipun. Lalu upaya apa yang dapat
dilakukan orang tua untuk membiasakan anak agar tidak cenderung menggantungkan
diri pada seseorang, serta mampu mengambil keputusan?
Di bawah ini ada beberapa hal yang dapat Anda terapkan untuk
melatih anak menjadi mandiri antara lain :
1. Beri
kesempatan memilih.
Anak yang terbiasa berhadapan dengan situasi atau hal-hal yang
sudah ditentukan oleh orang lain, akan malas untuk melakukan pilihan sendiri.
Sebaliknya bila ia terbiasa dihadapkan pada beberapa pilihan, ia akan terlatih
untuk membuat keputusan sendiri bagi dirinya. Misalnya, sebelum menentukan menu
di hari itu, ibu memberi beberapa alternatif masakan yang dapat dipilih anak
untuk makan siangnya. Demikian pula dalam memilih pakaian yang akan dipakai
untuk pergi ke pesta ulang tahun temannya, misalnya. Kebiasaan untuk membuat
keputusan - keputusan sendiri dalam lingkup kecil sejak dini akan memudahkan
untuk kelak menentukan serta memutuskan sendiri hal-hal dalam kehidupannya.
2. Hargailah
usahanya.
Hargailah sekecil apapun usaha yang diperlihatkan anak untuk
mengatasi sendiri kesulitan yang ia hadapi. Orang tua biasanya tidak sabar
menghadapi anak yang membutuhkan waktu lama untuk membuka sendiri kaleng
permennya. Terutama bila saat itu ibu sedang sibuk di dapur, misalnya. Untuk
itu sebaiknya otang tua memberi kesempatan padanya untuk mencoba dan tidak
langsung turun tangan untuk membantu membukakannya. Jelaskan juga padanya bahwa
untuk membuka kaleng akan lebih mudah kalau menggunakan ujung sendok, misalnya.
Kesempatan yang anda berikan ini akan dirasakan anak sebagai penghargaan atas
usahanya, sehingga akan mendorongnya untuk melakukan sendiri hal-hal kecil seperti
itu.
3. Hindari
banyak bertanya :
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan orang tua , yang sebenarnya
dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian pada si anak, dapat diartikan sebagai
sikap yang terlalu banyak mau tahu. Karena itu hindari kesan cerewet. Misalnya,
anak yang baru kembali dari sekolah, akan kesal bila diserang dengan pertanyaan
- pertanyaan seperti, “Belajar apa saja di sekolah?”, dan “Kenapa seragamnya
kotor? Pasti kamu berkelahi lagi di sekolah!” dan seterusnya. Sebaliknya, anak
akan senang dan merasa diterima apabila disambut dengan kalimat pendek : “Halo
anak ibu sudah pulang sekolah!” Sehingga kalaupun ada hal-hal yang ingin ia
ceritakan, dengan sendirinya anak akan menceritakan pada orang tua, tanpa harus
di dorong-dorong.
4. Jangan langsung menjawab pertanyaan.
Meskipun salah tugas
orang tua adalah memberi informasi serta pengetahuan yang benar kepada anak,
namun sebaiknya orang tua tidak langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Sebaliknya, berikan kesempatan padanya untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Dan tugas Andalah untuk mengkoreksinya apabila salah menjawab atau
memberi penghargaan kalau ia benar. Kesempatan ini akan melatihnya untuk
mencari alternatif-alternatif dari suatu pemecahan masalah. Misalnya, “Bu,
kenapa sih, kita harus mandi dua kali sehari?”. Biarkan anak memberi
beberapa jawaban sesuai dengan apa yang ia ketahui. Dengan demikianpun anak
terlatih untuk tidak begitu saja menerima jawaban orang tua, yang akan diterima
mereka sebagai satu jawaban yang baku.
5. Dorong
untuk melihat alternatif.
Sebaiknya anak pun tahu
bahwa untuk nmengatasi suatu masalah , orang tua bukanlah satu-satunya tempat
untuk bertanya. Masih banyak sumber-sumber lain di luar rumah yang dapat
membantu untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Untuk itu, cara yang dapat
dilakukan orang tua adalah dengan memberitahu sumber lain yang tepat untuk
dimintakan tolong, untuk mengatasi suatu masalah tertentu. Dengan demikian anak
tidak akan hanya tergantung pada orang tua, yang bukan tidak mungkin kelak
justru akan menyulitkan dirinya sendiri . Misalnya, ketika si anak datang pada
orang tua dan mengeluh bahwa sepedanya mengeluarkan bunyi bila dikendarai. Anda
dapat memberi jawaban : “Coba,ya, nanti kita periksa ke bengkel sepeda.”
6. Jangan
patahkan semangatnya
Tak jarang orang tua
ingin menghindarkan anak dari rasa kecewa dengan mengatakan “mustahil” terhadap
apa yang sedang diupayakan anak. Sebenarnya apabila anak sudah mau memperlihatkan
keinginan untuk mandiri, dorong ia untuk terus melakukanya. Jangan sekali-kali
anda membuatnya kehilangan motivasi atau harapannya mengenai sesuatu yang ingin
dicapainya. Jika anak minta ijin Anda, “Bu, Andi mau pulang sekolah ikut mobil
antar jemput, bolehkan? ” Tindakan untuk menjawab : “Wah, kalau Andi mau naik
mobil antar jemput, kan Andi harus bangun pagi dan sampai di rumah lebih siang.
Lebih baik tidak usah deh, ya” seperti itu tentunya akan membuat anak
kehilangan motivasi untuk mandiri. Sebaiknya ibu berkata “Andi mau naik mobil
antar jemput? Wah, kedengarannya menyenangkan, ya. Coba Andi ceritakan pada ibu
kenapa andi mau naik mobil antar jemput.” Dengan cara ini, paling tidak anak
mengetahui bahwa orang tua sebenarnya mendukung untuk bersikap mandiri.
Meskipun akhirnya, dengan alasan-alasan yang Anda ajukan, keinginannya tersebut
belum dapat di penuhi.
Contoh Kasus
Apa yang kita
saksikan di youtube tersebut sejatinya merupakan salah satu bentuk bullying
yang terjadi di ranah pendidikan. Kita khawatir bahwa kejadian tersebut laksana
fenomena gunung es- dimana yang muncul dan mencuat ke ruang publik hanya
sedikit dan diduga masih banyak kasus lain yang hingga kini belum terekspos.
Kasus yang terjadi di Bukittinggi tersebut mencuat akibat ada pihak yang
merekam dan kemudian mengunggahnya ke media sosial. Menurut KPAI, saat ini-
kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari 2011
hingga agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut.
Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480
kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah,
mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan
liar (republika, rabu 15 oktober 2014)
Saat ini publik tengah dihebohkan dengan
beredarnya video kekerasan sejumlah siswa di salah satu Sekolah Dasar Swasta di
Kota Bukittinggi Sumatera Barat. Dalam video yang diunggah di jejaring youtube
tersebut- tampak seorang siswi berpakaian seragam SD dan berjilbab- berdiri di
pojok ruangan. Sementara beberapa siswa termasuk siswi lainnya- secara
bergantian melakukan pemukulan dan tendangan. Sang siswi yang menjadi obyek
kekerasan tersebut tampak tidak berdaya/pasrah dan menangis- menerima perlakuan
kasar teman-temannya itu. Tampak pula adegan tendangan salah seorang siswa yang
dilakukan sambil melompat bak aktor laga. Di sela-sela penyiksaan, ada juga
siswa yang tertawa-tawa sambil menghadap kamera dan terdengar pula ungkapan
dalam bahasa minang yang meminta agar aksi tersebut dihentikan
Beredarnya
video kekerasan tersebut sontak memunculkan respons negatif publik. Rata-rata
publik menyatakan kekesalan/keprihatinan terhadap aksi kekerasan yang terjadi
dan juga mempersoalkan peredaran tayangan tersebut di media sosial. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Bareskrim Polri dibantu Kementerian
Komunikasi dan Informatika menangkap pengunggah dan penyebar video kekerasan
itu. Pihak KPAI berpendapat bahwa video kekerasan tidak boleh di-upload di
media publik, seperti youtube, karena dapat ditiru oleh anak-anak (Kompas.com,
Senin 13 oktober 2014). Sementara itu, ada juga pihak yang mempertanyakan
lemahnya kontrol pihak sekolah sehingga tindakan kekerasan tersebut bisa
terjadi di lingkungan sekolah. Mereka juga meminta agar pihak sekolah diberi
sanksi yang tegas atas kejadian ini oleh institusi yang bertanggung jawab
(baca: dinas pendidikan) setempat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perkembangan kemandirian merupakan masalah
penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Terutama bagi peserta didik yang
memang dicetak sebagai penggerak bangsa masa depan. Jadi seorang peserta didik
harus tertanam sikap kemandirian guna menjadi insane yang berguna bagi
masyarakat dengan kemampuan sendiri.
Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi
oleh perubahan-perubahan fisik, yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya
perubahan emosional, perubahan kognitif yang memberikan pemikiran tentang cara
berpikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai dalam peran sosial
melalui pengasuhan orang tua dan aktivitas individu.
Secara spesifik, masalah kemandirian menuntut
suatu kesiapan individu, baik kesiapan fisik maupun emosional untuk mengatur,
mengurus dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak
menngantungkan pada orang lain. Kemandirian muncul dan berfungsi ketika peserta
didik menemukan diri pada posisi yang menuntut suatu tingkat kepercayaan diri.
Menurut Steinberg (1993), kemandirian berbeda dengan tidak tergantung, karena
tidak tergantung merupakan bagian untuk memperoleh kemandirian.
Walaupun pada dasarnya manusia adalah makhluk
sosial yang akan saling bergantung dan membutuhkan satu sama lain. Namun,
manusia juga sebagai makhluk yang memiliki pemikiran harus bisa mengatur
kehidupannya sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertiaan
kemandirian?
b. Apa saja tingkatan dan
karakteristik kemandirian peserta didik ?
c. Apa pentingnya
kemandirian bagi peserta didik?
d. Bagaimana perkembangan
kemandirian peserta didik dan implikasinya bagi pendidikan?
e. Bagaimana Bentuk-bentuk
kemandirian?
f. Apa saja Faktor-faktor
yang mempengaruhi kemandirian?
g. Apa saja Upaya
pengembangan Kemandirian?
1.3 Tujuan dan Manfaat
a. Untuk mengetahui
pengertian kemandirian
b. Untuk memahami tingkatan
dan karakteristik kemandirian peserta didik
c. Untuk mengatahui seberapa
pentingnya kemandirian peserta didik
d. Untuk mengatahui bgaiman
perkembangan kemandirian peserta didik
e. Untuk mengetahui apa saja
bentuk-bentuk kemandirian
f. Untuk mengetahui
faktor-faktor yag mempengaruhi perkembangan peserta didik
g. Untuk mengetahui apa saja
upaya pengembangan kemandirian peserta didik
1.4 Metode
Dalam penyusunan makalah
ini kami menggunakan metode literature, yaitu metode yang menggunakan
sumber-sumber referensi sebagai acuan dalam membahas dan menganalisis perihal
karakteristik perkembangan kemandirian peserta didik serta implikasinya dalam
pendidikan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Kemandirian Peserta
Didik
Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar
“diri” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata
keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri”,
maka pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang
perkembangan diri itu sendiri.
Menurut Chaplin (2002), otonomi atau
kemandirian adalah kebebasan individu manusia untuk memilih menjadi
kesatuan yang bisa memerintah, menguasai, dan menentukan dirinya sendiri.
Sedangkan menurut Erikson (dalam Monks,dkk,1989), menyatakan kemandirian adalah
usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya
melalui proses mencari identitas ego yaitu merupakan perkembangan kea rah
individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai
dengan kemapuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur
tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, dan lain lain. Kemandirian
merupakan suatu sikap otonomi dimana peserta didik secara relatif bebas dari
pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut,
peserta didik diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengadung pengertian :
a. Suatu kondisi dimana
seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri
b. Mampu mengambil keputusan
dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi
c. Memiliki kepercayaan diri
dan melaksanakan tugas-tugasnya
d. Bertanggung jawab atas
apa yang dilakukannya
2.2 Tingkatan dan
Karakteristik Kemandirian Peserta Didik
Sebagai suatu dimensi psikologi yang kompleks,
kemandirian dalam perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan
kemandirian seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat
perkembangan kemandirian tersebut. Menurut Lovinger (dalam Sunaryo
Kartadinata,1988), mengemukakan tingkatan kemandirian dan karakteristiknya,
yaitu:
a. Tingkat pertama, adalah
tingkatan implusif dan melindungi diri. Tingkatan ini mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
- Peduli terhadap control dan keuntungan
yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
- Mengikuti aturan secara
spontanistik dan hedonistic.
- Berfikir
tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu ( stereotype).
- Cenderung
melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
-
Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkunganya.
b. Tingkat
kedua, adalah konformistik. Ciri-cirinya adalah :
- Peduli
terhadap penampilan diri dan penerimaan social.
- Cenderung
berfikir stereotype dan klise.
- Peduli
akan konformitas terhadap aturan eksternal.
- Bertindak
dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
- Menyamakan
diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi.
-
Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
- Takut tiadak
diterima kelompok.
- Tidak sensitif
terhadap keindividualan.
-
Merasa berdosa jika melanggar aturan.
c. Tingkatan ketiga, adalah
tingkat sadar diri. Ciri-cirinya adalah:
- Mampu
berfikir alternatif.
- Melihat harapan dan
berbagai kemungkinan dalam situasi.
-
Memikirkan cara hidup.
- Penyesuaian
terhadap situasi dan peranan.
- Menekankan
pada pentingnya memecahkan masalah.
d. Tingkat keempat, adalah
tingkat saksama (conscientious). Ciri-ciri nya adalah :
- Bertindak
atas dasar nilai-nilai internal.
- Sadar akan
tanggung jawab.
- Mampu melakukan
kritik dan penilaian diri.
- Memiliki tujuan
jangka panjang.
- Berfikir lebih kompleks dan
atas dasar pola analisis.
2.3 Pentingnya Kemandirian
bagi Peserta Didik
Pentingnya kemandirian dari peserta didik ini
dipengaruhi juga dengan semakin kompleksnya kehidupan yang tentunya juga
berpengaruh pada perkembangan peserta didik. Pengaruh buruk sudah banyak sekali
masuk dan membawa dampak buruk bagi peserta didik, seperti tawuran, seks bebas,
narkoba, alkohol, dan lain-lain. Selain perilaku menyimpang tadi, dewasa ini kerusakan
moral pun terjadi seperti budaya mencontek, kurang peka terhadap lingkungan,
ketergantungan dan sebagainya. Ini semua tentunya patut menjadi perhatian
dunia. Dan solusi yang tepat adalah menanamkan sikap kemandirian pada diri
peserta didik. Dengan kemandirian, peserta didik belajar dan berlatih dalam
membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai denga
keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
dilakukannya. Jika kemandirian sudah tertanam di setiap diri para peserta didik
tentunya akan berimplikasi pada pendidikan. Mereka sebagai subjek pendidikan
dan mempunyai sikap kemandirian tentunya akan membawa dampak baik bagi masa
depan pendidikan. Maka dari itu, kemandirian peserta didik sangat penting untuk
ditanamkan.
2.4 Perkembangan Kemandirian
Peserta Didik dan Implikasinya bagi Pendidikan
Kemandirian peserta didik adalah bakat
kecakapan yang dimiliki peserta didik, ini sangat berkaitan dengan pendidikan.
Oleh sebab itu pendidikan di sekolah perlu melakukan upaya-upaya pengembangan
kemandirian peserta didik, diantaranya :
a. Mengembangkan proses
belajar mengajar yang demokratis
b. Mendorong anak untuk
berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan
sekolah.
c. Memberi kebebasan kepada
anak untuk mengeksplorasi lingkungan , mendorong rasa ingin tahu mereka.
d. Peneriman positif tanpa
syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu
dengan yang lain.
e. Menjalin hubungan yang
harmonis dan akrab dengan anak.
Dengan
semua itu, maka akan terbentuk pribadi peserta didik yang mandiri. Yang juga
implikasi untuk keadaan dunia pendidikan yang akan semakin berkembang.
2.5 Bentuk-Bentuk
Kemandirian
Robert H avighurst (1972)
membedakan kemandirian atas empat bentuk kemandirian yaitu:
a. Aspek Emosi, aspek ini
ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk dirinya mengatur emosinya sendiri.
b. Aspek Ekonomi, aspek ini
ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk mengatur dan mengelola kebutuhan
dirinya sendiri secara ekonomis.
c. Aspek Intelektual, aspek
ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
d. Aspek Sosial, aspek ini
ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan
tidak tergantung kepada orang lain.
Semantara itu , Steiberg (1993)
membedakan karakteristik kemadirian atas tiga bentuk, yaitu :
a. Kemandirian emosional
b. Kemandirian tingkah laku
( behavioral autonomy ) .
c. Kemandirian nilai (value
autonomy )
Lengkapnya Steinberg menulis :
The first emotional autonomy-that aspec of
independence related to changes in the individual’s close
relationship,especially with parent. The second behavioral autonomy-the
capacity to make independent decisionis and follow trough with them. The third
characterization involves and aspec of independence referred to us value
autonomy-wich is more than simply being able to resist preassures to go along
with the demands of other, its means having a set a principles about right and
wrong, about what is important and what is not.
Kutipan di atas menunjukan karakteristik dari
ketiga aspek kemandirian, yaitu :
a. Kemandirian emosional
yakni aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional
antar individu,
b. Kemandirian tingkah laku,
yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada
orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab.
c. Kemandirian nilai, yakni
kemandirian memaknai suatu hal tentang benar dan salah, tentang yang penting
dan apa yang tidak penting.
2.6 Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kemandirian
a. Proses belajar mengajar
yang demokratis,yang memungkinkan anak merasa dihargai.
b. Dorongan untuk anak agar
dia dapat mengambil keputusan sendiri dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada
di sekolah.
c. Kebebasan anak untuk
dapat mengeksplorasi lingkungan mereka agar dapat mendorong rasa ingin tahu
mereka.
d. Tidak adanya diskriminasi
antara anak dalam perlakuannya.
e. Hubungan harmonis antara
anak dan orangtua.
f. Adanya motivasi yang kuat
dari diri anak itu sendiri.
2.7 Upaya Pengembangan
Kemandirian
Sesuai dengan fase perkembangannya, upaya
pengembangan remaja dapat dilakukan melalui:
a. Menciptakan proses
belajar mengajar yang demokratis sehingga anak merasa dihargai.
b. Menciptakan komunikasi
yang saling terbuka antar anggota keluarga.
c. Membebaskan anak untuk
mengeksplorasi lingkungan sekitar agar meningkatkan rasa keingintahuannya.
d. Menimbulkan komunikasi
yang hangat antar anak maupun orangtua.
e. Adanya kepercayaan kepada
anak untuk melakukan apapun yang ia mau,tapi dalam pengawasan orang dewasa.
f. Menerima segala sesuatu
yang ada pada diri anak dari kelebihan dan kekurangannya.
BAB III
ANALISIS
3.1 Analisis Teoritis
Kemandirian merupakan suatu sikap, dan sikap
merupakan suatu yang dipelajari, sikap yang dalam bahasa Inggris disebut
Attitude ini oleh Dr. Gerungan diyatakan sebagai berikut: “Sebagai sikap dan
kesedian bereaksi terhadap suatu hal”. Artinya bahwa kita tidak dilahirkan
dengan dilengkapi sikap-sikap, tetapi sikap-sikap itu tumbuh bersama-sama
dengan pengalaman yang kita peroleh.
Sedangkan pembentukan attitude tidak terjadi
dengan sendirinya atau dengan gambaran saja, pembentukannya senantiasa
berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan objek
tertentu.
Charles schaeffer mengistilahkan sikap mandiri
dengan berdiri diatas kaki sendiri atau otonom, yang didefinisikan sebagai:
“Keinginan untuk menguasai dalam mengendalikan
tindakan-tindakan sendiri dan bebas dari pengendalin dari
luar. Tujuannya ialah untuk menjadi seorang manusia yang
ngatur diri sendiri. Seorang manusia yang berdiri diatas kaki sendiri mengambil
inisiatif, mengatasi sendiri kesulitan-kesulitan dan melakukan hal-hal untuk
dan oleh dirinya sendiri.”
Sementara itu Dr. Zakiyah Darajat yang
mengemukakan mandiri dengan istilah berdiri sendiri, memberikan definisi
sebagai berikut : Berdiri sendiri yaitu kecenderungan anak untuk melakukan
sesuatu yang diinginkannya tanpa minta tolong kepada orang lain, juga
mengukur kemampuan untuk mengarahkan kelakuannya tanpa tunduk pada orang
lain,biasanya anak yang dapat berdiri sendiri lebih mampu memikul tanggung
jawab dan pada umumnya mempunai emosi yang stabil.
3.2 Analisis Praktis
Mandiri adalah tidak ketergantungan dengan
orang lain dan mampu melakukan hal yang bisa dilakukan sendiri dengan baik
tanpa membebani atau tergantung dengan orang lain. Kemandirian itu tidaklah
terjadi dengan begitu saja, namun sikap ini tertanam pada seorang anak secara
bertahap seirama dengan perkembangan dan lingkungannya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
1. Kemandirian adalah usaha
untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui
proses mencari identitas dan juga merupakan perkembangan kearah individualitas
yang mantap dan berdiri sendiri.
2. Perkembangan kemandirian
seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan
kemandirian.
3. Pengaruh kompleksitas
kehidupan terhadap peserta didik terlihat dari berbagai fenomena yang sangat
membutuhkan perhatian dunia pendidikan, seperti perkelahian antar pelajar,
penyalahgunaan obat dan alkohol, perilaku agresif, dan berbagai perilaku
menyimpang yang sudah mengarahkan pada tindak kriminal.
4. Karakteristik kemadirian
atas tiga bentuk, yaitu :
a) kemandirian emosional
b) kemandirian tingkah laku
c) kemandirian nilai .
5. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kemandirian :
a) Mengembangkan proses
belajar mengajar yang demokratis yang kemungkinan anak merasa dihargai.
b) Mendorong anak untuk
berpatisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan
sekolah.
c) Memberi kebebasan kepada
anak untuk mengeksplorasi lingkungan,mendorong rasa ingin tahu mereka.
4.2 Rekomendasi
1. Diperuntukan bagi para
pendidik kemandirian, seperti orang tua, guru, dan lain-lain, direkomendasikan
untuk:
a. Menciptakan proses
belajar mengajar yang demokratis.
b. Menciptakan komunikasi
yang saling terbuka dan hangat.
c. Membebaskan anak untuk
mengeksplorasi lingkungan sekitar.
d. Memberikan kepercayaan
kepada anak untuk melakukan apapun yang ia mau, tapi tetap dalam pengawasan.
e. Menerima segala sesuatu
yang ada pada diri anak dari kelebihan dan kekurangannya.
2. Sementara bagi anak atau
siswa kemandirian dapat dicapai dengan beberapa rekomendasi, yaitu:
a. Mengatur emosinya
sendiri.
b. Mengatur dan mengelola
kebutuhan dirinya sendiri secara ekonomis.
c. Mengatasi berbagai masalah
yang dihadapi.
d. Mengadakan interaksi
dengan orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin. 2009. Pendidikan & Psikologi
Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Baharuddin. 2009. Psikologi Pendidikan:
Refleksi Teoretis Terhadap Fenomena. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media.
Dalyono. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
file:///E:/My Documents/KEMANDIRIAN/Kuliah PAI
Yuk...! PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK.htm
<file:///E:/My Documents/KEMANDIRIAN/Nasrulloh
Julia Makalah Kemandirian dan Penyesuaian peserta Didik.htm>
file:///E:/My Documents/KEMANDIRIAN/Tetap
bersinar Makalah Psikologi perkembangan tentang KEMANDIRIAN PESERTA
DIDIK.htm
Hildayani, Rini dkk. 2007. Psikologi
Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.
http://jmarwita.blogspot.com/2011/11/pengertian-mandiri.html
Sugandhi, M. Nani & Syamsu Yusuf L. N.
2012. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.